Beberapa waktu yang lalu aku
sudah mendiskusikan masalah kontrak 2 tahun dengan YM Ent. Kini aku juga sudah
pindah ke asrama YM yang terletak di Samoeng dong, tepatnya di gangnam-gu, asrama
ini memiliki puluhan kamar dan satu kamar terdapat dua peserta.
Sedangkan aku bersama dengan peserta yang
lolos sebagai juara 3.Sayup-sayup kudengar suara misterius itu lagi. Namun kali
ini lebih dekat dengan jarak pendengaranku. Suara piano seimbang dengan suara
khasnya. Mungkinkah dia lelaki yang akan debut untuk karier solonya? Hanya saja
masih dirahasiakan namanya.
Kamarku berada di lantai 2 dan
cukup dekat dengan ruang latihan vokal. Langkahku terus maju melewati koridor
asrama yang bercat hijau muda. Dinding-dinding asrama banyak ditempeli idol
k-pop keluaran YM Ent yang sudah berhasil di luar sana. Kemudian aku berbelok
ke kanan. Di situ ada pintu yang bertuliskan 'ruang latihan vokal' entah atas
dasar apa aku membukanya. Tak ada perintah. Pintu kaca itu kubuka begitu saja.
Aku sudah melihat tampilan lelaki itu dari belakang. Badannya terlihat tegap,
rambutnya dipotong rapi dan jaket Polo berwarna hitam itu semakin menambah
maskulinnya. Dia masih menyanyi ketika aku masuk ke ruang itu. Seperti tak
mendengarku. Sedangkan aku hanyut dengan suara merdunya.Beberapa menit
kemudian, aku memutuskan keluar. Jariku sudah memegang kenop pintu.
"Chakaman, di sini saja," pintanya. Seketika tanganku kembali
ke posisi semula.
"Aku?" tanyaku seolah
belum memahami kalimatnya. Padahal di ruangan ini hanya ada aku dan dirinya.
"Ya, Dhangsin."
Aku berdiri di belakangnya.
Mendengarkan suara yang kadang sengaja di fals-kan. Padahal tanpa melakukan itu
suaranya sudah membuat bulu kudukku berdiri. Tapi dia tak menoleh ke arahku
sama sekali. Lelaki itu sangat asik dengan pianonya.
"Apakah kau lelaki
berinisial 'L' yang akhir-akhir ini ramai dibicarakan oleh netizen?"
tanyaku padanya.
"Aku tak menyuruhmu bicara!"
jawabnya ketus.
Sialan. Ini lelaki pertama yang
bertingkah sombong padaku. Apakah aku harus menunggu perintahnya kalau hanya
untuk bertanya? Aku benar-benar tak mengerti jalan pikirannya. Mungkin aku
harus kembali ke kamar dan tidur sambil menunggu kelas akting. Dibandingkan
menemani lelaki kurang ajar yang tak kutahu wajahnya. Tapi aku harus
mengurungkan niat untuk pergi. Aku ketagihan dengan suara merdunya. Apalagi
nada-nada pianonya. Aku merasa terlalu lama diam di tempat sialan ini.
Akhirnya aku mencoba untuk pergi.
Tapi aku ditahan lagi dengan gaya cool yang
dimilikinya. Bahkan tanpa melihatku, dia bisa menahan langkahku.
"Satu langkah mundur sama
dengan keluar dari asrama ini."
Lelaki itu benar-benar tak
membiarkanku pergi, tak membiarkanku bicara dan menjadi patung sejak tiga jam
bersamanya. Aku tahu dia senior, akan debut kurang dari dua minggu. Apalagi
semua penduduk Korea menantinya. Tapi tidak perlu melakukan hal seperti ini.
Aku tak punya pilihan lain kecuali
menemaninya. Aku duduk di belakangnya sambil terus mendengarkannya. Tapi
tiba-tiba aku merasa ngantuk. Mataku sulit untuk terbuka dan melihat keberadaan
lelaki itu. Tanpa sadar aku juga melupakan sikap kasarnya.
***
“Ha Na ssi, bangunlah,"
suara Yun Shin membawaku ke alam sadar.
Aku memang tertidur. Tapi posisiku tadi di ruang latihan vokal bersama lelaki
sombong itu. Tapi saat terbangun aku
sudah di kamar.
"Lee Tae Hee yang membawamu
kemari." Yung Shin menjawab tanda tanyaku.
"Lelaki sombong dan egois
itu?" tanyaku tak percaya.
"Prince Charming, Ha Na Ssi. Dia tak akan membawamu ke sini kalau
dia egois. Dia benar-benar tampan."
Prince charming, tampan. Jangan
sampai aku mendengar dia disebut 'kkot
minam' kalau aku mendengarnya, mungkin aku akan membawakan kaca besar
untuknya. Biar dia tahu bagaimana wajahnya.
Wajah? Aku bahkan hanya melihat
punggungnya selama tiga jam. Ini tidak adil. Dengan membelakangiku, dia
bertingkah seperti itu. Aku tak akan memaafkannya. Akan kuberi pelajaran
untuknya. Kalau aku bertemu nanti.
"Jangan lupa. Kita ada kelas
akting." Yung shin masih mengingatkanku lagi.Asrama ini jadi terasa
menyebalkan karena perbuatan lelaki itu. Aku benar-benar tak ingin melihatnya.
Aku pergi ke kelas akting dengan
tampilan biasa. Wajahku sudah cukup cantik tanpa polesan pelembab dan
semacamnya. Aku hanya perlu menyisir rambutku yang kuwarnai biru cerah random.
Tapi masih banyak yang berwarna hitam. Rok selutut bermotif polkadot dengan hiasan mawar merah yang
kupakai hari ini cukup bagus. Karena aku ingin memakai baju warna putihku. Tak
perlu lama-lama di depan kaca. Nona Seul Ha Na akan menjemput mimpi besarnya.
Saat aku berjalan di koridor yang
menghubungkan tangga ke lantai satu. Seseorang tiba-tiba menepuk pundakku.
"Gomawo, untuk tiga jam yang lalu."
Shit. Aku tak berani menatap ke
arahnya. Suaranya mengingatkanku akan pelukan itu. Seketika aku hanya terdiam
membeku. Entah kenapa efek sapaannya menimbulkan jantungku berdetak tak
beraturan. Mungkin hanya karena efek kaget.
Akhirnya aku memberanikan diri
untuk menoleh padanya. Seketika aku mengingat semua mimpiku yang terjadi
berulang kali. Entah kenapa aku merasa wajah itu yang kuingat di alam mimpiku.
Aku bahkan tak sempat melihat wajah itu. Aku hanya merasakan kecupan bibirnya
yang hangat di pipiku dan melihat sedikit lesung pipi kemudian dia pergi.
"Ha Na ssi," panggilnya
dan seketika membuatku tersadar dari lamunanku.
Kadang aku sedikit mengingat slide mimpi-mimpiku. Wallpaper berbagai
pose itu mirip lelaki itu. Hanya di sebuah gambar tapi mudah terlupakan. Tapi
ciuman dan pelukan tak bisa membuatku lupa. Kadang aku bisa merasakan hangat
nafasnya.
"Kau tak pergi ke kelas
akting?" tanyanya lagi. Tapi mataku tetap tertuju ke arahnya. Aku
memandangnya seolah aku pengagumnya. Entah kenapa tiba-tiba tanganku bergerak
ke arahnya. Menyentuh wajah ovalnya sambil mengamati lesung pipinya. Menyentuh
bibir penuhnya. Sampai kurasakan hangat tangannya menyentuh tanganku yang
bergerak bebas di wajahnya.
"Mian," ucapku sambil melepas tanganku dari genggamannya.
"Kau orang kedua yang bisa
menyentuhku. Jangan lakukan lagi," serunya. Membuatku tersadar lagi bahwa
lelaki di depanku adalah orang yang sombong dan egois. Dia benar-benar
membuatku kesal. Akhirnya aku pergi ke kelas akting tanpa memandangnya lagi.
Lelaki sengak, tak berperasaan dan egois sejagat raya itu membuatku ilfil. Aku
tak akan menemuinya lagi.
***
"Yung Shin ssi, aku benci
Lee Tae Hee," ujarku. Sedangkan Yung Shin sibuk belajar membaca skrip,
meski begitu dia tetap mendengarku.
"Weo? Dia tampan dan baik hati. Dia juga mendapat julukan prince charming dari seluruh perempuan
di sini." Yung Shin tak akan berhenti memujinya. Hanya karena dia tampan
dan bersuara merdu.
Aku juga tak ingin membencinya.
Melainkan ingin melupakan wajahnya yang kerap datang ke alam mimpiku. Aku tak
tahu bagaimana menghadapi malam ini jika aku selalu bermimpi tentang orang yang
ada di depan mata.
"Apakah menurutmu dia
baik?" tanyaku akhirnya.
"Dia bahkan menggendongmu ke
kamar agar kau tidak terbangun.”
Menggendongku? Tidak mungkin. Dia
lelaki egois yang pernah kutemui. Dia bahkan memperlakukanku seperti patung.
Memerintahkanku seenaknya dan tak membiarkanku bicara. Aku bahkan tak
mempercayai ucapan terima kasihnya. Kini aku berharap tidak sampai dua tahun
menjadi trainee di YM Ent. Tapi jika dua minggu lagi debut. Itu artinya dia
akan pindah ke apartemen yang lebih mewah. Bukan di sini.Aku jadi sulit
memejamkan mata. Apalagi kesalahan yang kubuat padanya sangat fatal. Mungkin
dia akan mengira aku ingin menciumnya. Padahal aku sama sekali tak ingin
melakukannya. Aku berharap lelaki itu tak berpikir negatif dengan apa yang
kulakukan tadi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar